Jumat, 17 Oktober 2014

KARAKTER BUKAN HANYA DI BUKU

Biasanya anak saya yang kelas 1 Sekolah Dasar diantar ibunya ke sekolah. Karena suatu keperluan, hari ini saya yang mengantarnya ke sekolah. Ini adalah kali kedua saya mengantar. Saat mengantar pertama kali saya langsung balik setelah si kecil bersalaman dan mengucap salam. Sehingga tidak sempat memperhatikan keadaan di lingkungan sekolah.
Jam di tangan saya menunjukkan pukul 07.15 wita, saat kami tiba di depan sekolah yang terbilang sederhana ini. Setelah bersalaman anak saya meminta uang kepada saya. "Lho, bukankah sekolah tidak memperbolehkan siswa membawa uang jajan?" Tanya saya heran. Tanpa menjawab dia menunjuk sebuah kotak kaca yang terdapat di dekat meja guru piket. Oh, akhirnya saya mengerti, ternyata uang tersebut digunakan untuk membiasakan siswa bersedekah harian. Sehabis mengucap salam, anak saya berjalan menuju ke arah meja piket. Ternyata setiap siswa dan guru yang datang akan menuju ke meja piket untuk mengisi daftar hadir dan bersedekah sukarela.
Saya mengurungkan niat untuk langsung balik karena ada pemandangan yang cukup menarik perhatian saya. Di dekat meja itu ada empat orang ibu guru dengan kerudung panjangnya. Anak saya menyebutnya 'Ustadzah. Dengan senyum yang selalu mengembang di bibir mereka, setiap siswa disambut dan dijawab salamnya dengan hangat. Ah, menyejukkan sekali.
Pandangan saya beralih ke depan kelas. Di depan pintu masuk setiap kelas telah berdiri wali kelas yang juga siap menyambut dan menjawab salam siswa dengan senyuman yang tulus. Siswa mengucap salam, bersalaman, masuk kelas untuk meletakkan tas lalu kembali keluar kelas. Di halaman pun, setiap siswa yang baru berpapasan dengan guru akan mengucapkan salam dan bersalaman. Hmm, pagi yang indah.
Saya menghela nafas dalam-dalam. Ternyata ini rupanya salah satu faktor penyebab perubahan perilaku anak saya dalam tiga bulan terakhir. Dari sikapnya yang emosional menjadi lebih lembut dan terkendali. Pernah suatu kali dia keceplosan menyebut kata 'burit' (maaf, artinya 'bokong'). Cepat-cepat dia mengucap istighfar. Katanya kalau di sekolah dia akan mendapat poin. Kami juga kerap tersenyum pahit ketika dia mengingatkan berdoa pada saat makan dan minum, atau menegur kakak atau sepupunya yang makan atau minum berdiri. Kalau sebelumnya kegiatan pagi yang paling menguras emosi ibunya adalah ketika membangunkan dan menyuruhnya mandi pagi. Alhamdulillah sekarang hal itu sudah jarang terjadi, bahkan paketnya ditambah dengan melaksanakan shalat subuh meskipun belum berjamaah.
Apa yang bisa saya ambil hikmah dari semua ini? Ternyata karakter tidak cukup hanya ada di kurikulum dan di buku. Penanaman karakter perlu kerja keras dan kerja ikhlas. Perlu keteladanan di setiap lini, baik rumah tangga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Kalau karakter cuma ada di buku, maka yang akan kau dapatkan hanyalah perubahan semu.