Rabu, 23 Maret 2016

Seuntai Doa Untuk Bidadariku

Seuntai harap dan doa untuk kekasihku.
Teruslah mendewasa dan mendewasakan. Menjadi ibu yang membanggakan bagi anak-anak kita.
Makin sabar menghadapi sikapku yang kadang kekanak-kanakan.
Kuingin engkau menjadi satu dari dua bidadari surgaku. Yang tak pernah lelah membangunkan lelapku saat DIA memanggil. Yang tak jenuh mengingatkanku disaat aku mulai lalai.
Tetaplah menjadi penyejuk mata. Bukan hanya tentang polesan make up. Tapi tentang ketaatan untuk meraih ridha Allah.
Teriring doa, semoga di sisa perjalan usiamu dan usia kita semakin banyak kebaikan yang terhimpun. Semakin berkah setiap karunia yang didapat. Semakin bijak setiap sikap yang dipilih. Semakin santun setiap kata yang terucap. Semakin bertambah keteladanan yang diberikan. Hingga menjadi bagian dari bekal untuk menghadap-NYA kelak.
Hakikatnya, semakin tua umur kita bermakna semakin dekat kita dengan kematian. Semakin sedikit kesempatan kita untuk mencari bekal akhirat.
Selamat Milad yang ke-42.
Semoga aku tetap bahagia menua bersamamu.
(Sungai Raya, 25 Februari 2016)

Siapakah Engkau

Melangkah dengan tengadah. Tatapan angkuh. Merasa paling berguna dan diperlukan. Dada membusung menunjukkan kehebatan diri.
Seakan yang ada di sekitar akan sirna tanpamu. Siapakah engkau? Yang kemana-mana hanya membawa tumpukan najis sekiranya ditampakkan. Pongah dengan berpoles topeng adalah sebuah kedunguan yang tak terampunkan. Kecuali engkau mampu melenggang di bumi milikmu sendiri.
Melangkahlah dengan tegak tanpa harus merendahkan. Bergeraklah dengan cepat tanpa harus menjatuhkan. Menghormati itu indah dan mempermudah langkah. Simpati itu menghargai bukan mengharap pamrih. Kerendahan hati selamanya akan menjadi sebuah jalan untuk mencapai penghargaan sejati.
(Sungai Raya, 23 Maret 2016)