Sabtu, 26 September 2015

Negeri Berasap

Dalam skala kecil saya atau Anda mungkin suka dengan asap. Terbayang bagaimana nikmatnya ayam muda bakar madu, atau lezatnya 'papuyu baubar' (ikan bakar khas Kalimantan Selatan). Aroma  yang dibawa oleh asapnya saja sudah bisa membuat kita jadi ngiler. Beda sekali rasanya dengan yang dipanggang tanpa bara atau asap.
Tapi ketika segalanya melebihi takaran, manusia mulai dibuat resah. Aktivitas mulai terganggu. Mulai dari penderita ISPA yang melonjak tajam hingga terganggunya roda perekonomian. Di beberapa daerah, para siswa terpaksa diliburkan dari kegiatan belajar mengajar karena makin pekatnya intensitas kabut asap.
Pada titik ini, manusia tak lagi mampu membanggakan teknologi. Sisi lemah sebagai mahluk begitu kentara ditunjukkan oleh yang Maha Kuasa. Kita ditaklukkan oleh sesuatu yang secara kasat mata terlihat lemah. Tapi ketika ada kekuatan yang menyertainya, maka manusia tak dapat berbuat banyak.
Sebutlah benda-benda seperti air, angin, api, nyamuk, belalang, atau virus mematikan  yang saking kecilnya bahkan tak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Begitu ada kekuatan besar yang menyertai mereka, sebuah negara pun akan dibuat repot bahkan tak jarang harus mengeluarkan status darurat atau kejadian luar biasa.
Terkait dengan bencana kabut asap yang melanda, tentu ini bukan murni bencana yang disebabkan oleh peristiwa alam. Tapi dampak dari polah manusia yang tidak bijak dalam mengelola alam. Seyogianya bencana ini dapat kita hindari kalau saja kita bisa arif dalam mengolah dan memanfaatkan karunia Tuhan yang dititipkan pada kita.
Bisa jadi yang menanam cuma segelintir orang, tapi yang menuai akibatnya juga dirasakan oleh semua lapisan.
Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari setiap peristiwa dan menjadikannya landasan untuk tindakan kita selanjutnya.
Amuntai, 26 September 2015 (Dalam kabut asap yang masih menyelimuti kotaku)