Rabu, 28 Oktober 2009

Ciri-Ciri Guru Profesional

Sejak dahulu sampai sekarang, guru menjadi anutan yang dicontoh oleh masyarakat. Seorang guru tidak hanya diperlukan di ruang kelas oleh siswa-siswanya, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat di lingkungannya dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi mensarakat di lingkungan sekitarnya.
Sering kita temui dalam melaksanakan fungsinya, seorang guru tidak hanya bertugas mendidik dan mengajar siswa-siswanya di sekolah.Tapi lebih dari itu, seoramg guru terkadang juga mendapat kepercayaan untuk melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan di lingkungan sekitarnya. Ada guru yang dipercaya seagai karang taruna, ketua RT, pengurus mesjid sampai menjadi seorang kepala desa.

Ternyata tugas guru tidak hanya terkait dengan tugas kedinasan saja, tapi juga tugas di luar kedinasan dalam bentuk pengabdian. Tugas guru dapat kita kelompokkan menjadi tiga jenis, yakni tugas di bidang profesi, tugas dibidang kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.

Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik adalah mengembangkan segi afektif atau nilai-nilai hidup kepada para siswanya. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (kognitif) sesuai dengan kemajuan zaman. Sedangkan melatih berarti mengembangkan potensi keterampilan-keterampilan pada siswa (psikomotor).

Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah adalah seorang guru harus mampu menjadi orang tua ke dua, fasilitator dan motivator bagi siswa dalam belajar. Langkah awal dalam menyampaikan pelajaran bahwa seorang guru harus dapat menarik minat siswa, baik kemampuan mau pun penampilan. Bila seorang guru dalam penampilannya saja sudah tidak menarik, maka hal itu akan dikuti oleh kegagalan-kegagalan berikutnya. Siswa enggan untuk mengikuti pelajaran yang diberikan yang akan berakibat pada gagalnya tujuan pengajaran yang diharapkan.

Dalam masayarakat, guru ditempatkan pada posisi yang lebih terhormat. Karena masyarakat berharap banyak dari seorang guru. Mulai dari seorang teladan sampai pada sumber pengetahuan dan informasi bagi masyarakat.

Ada beberapa kemampuan dan sikap yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan tugasnya :

1. Menguasai Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Kurikulum adalah pemandu program belajar mengajar, pelaksanaan dan hasil belajar yang hendak dicapai. Tanpa berpegang pada kurikulum, maka proses belajar mengajar tidak memiliki arah dan tujuan. Karena itu guru yang profesional memiliki penguasaan yang sangat mendalam terhadap kurikulum. Mereka mengetahui cakupan materinya, mengetahui tujuan yang hendak dicapai, mengetahui tata urutan penyajian dan porsi waktu yang diperlukan. Guru juga hendaknya mengetahui bagaimana mengimplementasikan kurikulum dalam program tahunan, program program semester dan persiapan mengajar yang efektif untuk menyerap kurikulum. Kurikulum diikuti dengan peerangkat pedoman pelaksanaan. Pedoman-pdoman tersebut dilandasi oleh dasar-dasar didaktik dan metodik. Guru yang profesional selain menguasai pedoman tersebut juga memiliki kreatifitas untuk mengembangkannya. Guru yang berhasil dalam pengajaran adalah guru yang mampu mempersiapkan siswa mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam kurikulum.

2. Menguasai Materi
Sebagai pengajar, guru hendaknya menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan serta senantiasa mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya. Karena itu sebenarnya guru sendiri adalah seorang pelajar yang belajar secara terus menerus. Guru adalah tempat menimba ilmu bagi para siswanya. Sebagai pengajar ia harus membantu perkembangan anak didiknya untuk meamahami, dan menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar pada berbagai kesempatan. Kemampuan ini tidak hanya berdasarkan teori-teori yang diperoleh dari bangku pendidikan, melainkan harus dihayatinya dan disikapi sebagai suatu seni. Seperti kita ketahui guru SD tidak saja harus menguasi salah satu bidang studi pelajaran, melainkan seluruh mata pelajaran. Karena itu belajar secara terus menerus untuk mendalami bahan pengajaran tak dapat dielakkan.

3. Menguasai Metoda dan Teknik Penilaian
Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik bila ia menguasai dan mampu melaksanakan keterampilan mengajar dengan menggunakan metode yang sesuai dengan pelajaran, tujuan dan pokok bahasan yang diajarkannya. Bahan belajar yang telah dikuasainya belum tentu dapat dicerna oleh siswa bila tidak disampaikan dengan baik. Proses penyampaian ini memerlukan kecakapan khusus. Dengan demikian perlu penguasaan guru terhadap metode penyampaian agar para siswa tidak pasif, melainkan terlibat secara aktif dalam interaksi belajar mengajar. Seorang guru yang cakap dan disegani adalah guru yang manguasai setiap metode sehingga para siswa terangsang untuk terus belajar. Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang alat-alat dan media sebagai alat bantu komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
Tidak setiap media/ alat sesuai dengan setiap kondisi belajar mangajar, sehingga doperlukan pula keterampilan untuk memilih dan menggunakan serta menguasahakan media dengan baik. Memilih media pendidikan harus sesuai dengan tujuan , materi, metode serta kemampuan guru dan minat siswa. Hal ini penting untuk diketahui karena metode mtngajar bersifat individual. Artinya seorang guru mungkin dapat menggunakan suatu metode dengan baik sementaa guru yang lain belum tentu demikian. Karena itu penggunaan suatu metode ataupun perangkat peralatan tidak dapat dipaksakan pada seorang guru. Yang terpenting adalah bagaimana gaya interaksi pribadi itu dapat mencapai tujuan melalui tumbuhya hubungan yang positif dengan para siswa. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk mengusahakan berbagai sumber belajar yang menunjang dalam proses belajar mengajar.
Penilaian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses belajar mengajar. Penilaian bertujuan untuk memberikan umpan balik bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar maupun bagi siswa sendiri dan orang tua siswa, penilaian bermanfaat untuk mengetahui kemajuan belajar siswa. Demikiknan pula dalam satu babakan belajar mengajar guru hendaknya menjadi penilai yang baik. Kesalahan atau kelemahan dalam penyusunan alat-alat penilaian, misalnya tes hasil belajar,dapat memberikan dampak yang negatif terhadap proses belajar mengajar. Misalnya, penggunaan tes objektif yang terus menerus mengakibatkan anak kurang berungguh-sungguh dalam belajar. Penilaian ini di sekolah hendaknya dilakukan secara objektif, kontinyu serta mempergunakan berbagai jenis yang bervariasi.

4. Komitmen Terhadap Tugas
Ciri pokok profesionalisme adalah apabila seseorang memiliki komitmen yang mendalam terhadap tugasnya. Kecintaan terhadap tugas diwujudkan dalam bentuk curahan tenaga, waktu, dan pikiran.
Profesi guru sangatlah berlainan dengan profesi lainnya, karena pekerjaan guru menyangkut pertumbuhan, perkembangan fisik dan intelektual seorang anak manusia. Segala kegiatan belajar mengajar harus disiapkan secara matang. Untuk itu guru harus benar-benar menyatu, menjiwai dan mengahayati tugas-tugas keguruannya. Guru yang demikian akan mencintai siswa dan tugasnya. Hasilnya dapat dipastikan akan jauh lebih baik dan lebih bermakna.

5. Disiplin
Pendidikan adalah suatu proses, bersama proses itu anak tumbuh dan berkembang dalam belajar. Pendidik dengan sengaja mempengaruhi arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan diterima serta berlaku dalam masyarakat. Kuat lemahnya pengaruh itu sangat bergantung pada tata disiplin yang ditetapkan dan dicontohkan oleh guru.
Di kelas guru adalah pemimpin yang menjadi teladan dan panutan siswa-siswanya. Oleh sebab itu disiplin bagi seorang guru merupakan bagian penting dari tugas-tugas kependidikan. Dalam hal ini tugas guru bukan saja melatih sikap disiplin pada anak didiknya tetapi juga lebih penting adalah mendisiplinkan diri sendiri sebagai ciri khas seorang guru.

Sabtu, 13 Juni 2009

Pulau yang Bukan Pulau

Ini adalah tempat tugasku yang kedua sebagai guru. Setelah sebelumya selama 7 tahun bertugas di Mantuyan (lebih kurang 15 km) dari ibukota Kecamatan Halong Kabupaten Balangan.
Sekolah Dasar Negeri Pulau Tambak terletak di desa Pulau Tambak Kecamatan Amuntai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Melihat dari namanya, orang menyangka sekolah ini berada di sebuah pulau. Padahal pada kenyataannya tidak demikian. Pulau Tambak adalah sebuah desa di kabupaten Hulu Sungai Utara yang sebagian besar wilayahnya berupa rawa sehingga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan.
Meski letak sekolah ini paling ujung kecamatan Amuntai Selatan yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Sungai Tabukan (Kecamatan baru di HSU),tapi jumlah siswa di sekolah ini terbesar dibandingkan sd-sd lain dalam satu gugus. Pemerintah pun juga mencukupi tenaga pendidik yang diperlukan.Hal ini dapat dilihat dari jumlah guru yang ada. Satu orang kepala Sekolah, 9 orang guru umum, 2 orang guru agama dan 1 orang guru olah-raga, ditambah dengan 3 orang guru honorer.(data tahun 2009 bulan Juni)
Dengan jumlah guru yang memadai tersebut dapat meningkatkan kualitas pendidikan di SD Pulau Tambak yang bukan pulau ini. Semoga.

Selasa, 09 Juni 2009

Sertifikasi Guru, Harapan dan Kekhawatiran


Gaung sertifikasi guru sekarang mampu menyita perhatian di kalangan tenaga kependidikan (guru dan dosen) di tanah air. Betapa tidak, dengan mengantongi sertifikat pendidik, maka seorang guru berhak mendapatkan tunjangan berupa satu kali gaji pokok.

Di satu sisi, hal ini merupakan sesuatu yang patut disyukuri oeh para guru dan dosen. Sebab dengan sertifikasi guru diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan guru yang notabene masih tertinggal jauh dari profesi lain seperti hakim dan dokter misalnya. Peningkatan kualitas kesejahteraan ini tentunya harus diimbangi dengan peningkatan kualitas profesionalisme guru yang pada intinya akan berdampak pada peningkatan mutu proses pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

Pertanyaannya sekarang, apakah upaya yang dilakukan pemerintah tersebut akan efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia? Jawabannya tentu tidak akan dapat terlihat dalam waktu singkat. Kalau program ini tidak dilaksanakan secara konsisten dan evaluasi yang serius, maka dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Tanpa dilandasi idealisme dan nilai moral yang baik, maka tunjangan satu kali gaji pokok dikhawatirkan hanya akan memupuk moral buruk di kalangan pendidik kita. Buruk dalam arti menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Pintu kecurangan yang dapat terjadi adalah dengan memanipulasi data pada fortofolio agar sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditentukan.

Dengan syarat harus memiliki ijazah S1, maka para guru berlomba-lomba untuk memenuhi persyaratan tersebut dengan mengikuti perkuliahan baik melalui proyek pemerintah maupun dengan biaya sendiri (mandiri). Perguruan tinggi negeri maupun swasta juga membuka program S1 bagi guru-guru yang belum memiliki gelar sarjana. Kalau pendidikan S1 yang dilaksanakan hanya bertujuan untuk mendapatkan gelar S.Pd dan gelar sarjana pendidikan lainnya tanpa memperhatikan mutu dari program S1 yang dilaksanakan maka hanya akan menghasilkan sarjana-sarjana dengan kualitas rendah yang tentunya tetap tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan.

Sertifikat pelatihan juga merupakan komponen penilaian dalam sertifikasi guru. Peserta sertifikasi berusaha untuk memasukkan berbagai STTPL, walaupun terkadang harus menggunakan STTPL aspal. Melihat gejala inilah akhirnya ditetapkan bahwa STTPL yang dimuat dalam fortofolio harus asli!!.

Bagi sekolah-sekolah di kota yang memiliki guru cukup atau bahkan lebih dalam satu sekolah, maka untuk memenuhi persyaratan mengajar selama 24 jam dalam seminggu sangat sulit untuk diwujudkan yang berarti seorang guru tidak mencukupi syarat untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi guru. Hal inipun rawan penyimpangan karena legalisasi pernyataan jam mengajar tersebut cukup ditandatangani oleh kepala sekolah. Kalau terjadi kolusi antara kepala sekolah dan guru yang bersangkutan dengan berbagai alasan, maka penyimpangan data yang tidak sesuai dengan realita yang ada juga dapat terjadi di sini. Dapat saja seorang kepala sekolah membuat keterangan yang menyatakan bahwa si guru mengajar selama 24 jam seminggu, sedangkan pada kenyataannya tidak demikian.
Dampak negatif yang juga mungkin terjadi dari penerapan sertifikasi guru ini adalah adanya kecemburuan sosial di kalangan guru. Ketika salah seorang guru yang mendapatkan tunjangan gaji dua kali lipat dari rekan kerja yang lain tidak menunjukkan kinerja yang signifikan, maka hal ini akan berdampak buruk bagi guru-guru lain dalam sekolah tersebut. Apalagi kinerja yang ditunjukkan lebih buruk daripada guru yang tidak mendapatkan tunjangan sertifikasi.

Akhirnya kembali kepada diri masing-masing dalam menyikapi sertifikasi guru ini. Kalau hal ini disikapi dengan idealisme dan nilai moral yang tinggi, maka sertifikasi guru dapat menjadi jalan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesial. Sebaliknya tanpa moral dan idealisme yang tinggi maka sertifikasi guru hanya akan menghasilkan guru-guru yang bermental buruk yang akan berimbas kepada generasi bangsa ini. Karena guru adalah figur yang digugu dan ditiru. Bagaimana mungkin kita mengharapkan generasi kita mendatang akan bebas dari budaya korupsi kalau orang yang mendidik mereka juga tidak bersih dari penghasilan yang tidak baik, yang diantara penunjang hidupnya berasal dari hasil yang bukan haknya.