Minggu, 06 Juli 2014

Ngerjain Penipu

Dapat pengalaman seru nih hari ini. Menjelang buka puasa, dari dalam kamar telpon genggam milik ibu saya berbunyi. "Siapa nang manalipun pas handak babuka nih (Siapa sih yang nelpon pas waktu buka puasa kayak gini?), gerutu beliau sambil melangkah ke kamar. Kebetulan beliau menerima telpon tersebut menggunakan loudspeaker sehingga suara dari penelpon terdengar jelas. "Halo, ini siapa?" kata Ibu. "Halo ini saya ganti nomor, kenal nggak dengan suara saya?" terdengar jawaban dari si penelpon. Mendengar bahasa Indonesia yang digunakan, langsung saya minta ponsel dari ibu yang masih kelihatan bingung karena beliau tidak terlalu lancar berbahasa Indonesia. Naluri saya sudah mencium aroma penipuan dengan modus sok kenal yang ujung-ujungnya minta bantuan uang untuk operasi isterinya yang mau melahirkan atau untuk biaya obat orang tuanya yang sakit keras. Padahal saya tahu betul di hp ibu nggak ada kenalan orang luar Kalimantan. 'Dari pada ditipu, mending lu yang kukerjain' demikian pikir saya.
Akhirnya terjadilah percakapan seperti ini:
S (Saya) : Halo!, ini siapa?
Penelpon (P) : Ini saya, masa nggak kenal?
S : Siapa Ya?
P : Coba ingat-ingat lagi, kenal nggak dengan suara saya?
S : Ooh, Abdul Ya? (Sekenanya)
P : Iya, betul sekali! ( dengan bersemangat, padahal saya nggak punya kenalan Abdul dengan logat bahasa yang khas seperti itu. Hehe mulai kena dia)
S : Waah Mas, gimana kabarnya nih, kemarin-kemarin saya telpon nggak pernah aktif.
P : Iya, ini saya ganti nomor. Nomor yang dulu sudah nggak aktif.
S : Wah, kebetulan sekali ini. Gimana dengan pembayaran yang 2 M kemarin Mas. Bisa nggak dilunasi secepatnya?
(Saya mulai beraksi. Tak terdengar sahutan sejenak, lalu kemudian dengan agak gagap dia menjawab)
P : Oh, .. iya yang itu Ya. Makanya saya hubungi.
S : Katanya kan Mas mau melunasinya tanggal 1 tadi. Tapi saya tunggu-tunggu nggak masuk-masuk uangnya. Pas saya telpon juga nggak diangkat.
(Ayah, ibu dan adik saya yang ikut mendengarkan berusaha sekuat tenaga menahan tawa)
P : Ya itulah Mas, Bisa nggak pembayarannya saya cicil ( suaranya semakin terdengar ragu-ragu)
S :  Waah, nggak Bisa Mas, kan Antum sudah janji membayar cash. Ini proyek saya yang di Bogor juga terbengkalai. Mana karyawan juga minta gajian. Saya harap Bisa ditransfer besok Ya Mas. (Proyek Milyaran dalam mimpi. Kkkkkk)
P : Rekeningnya yang mana Mas?
S : Rekeningnya yang dulu aja. Tapi biar lebih cepat ke BCA atau Mandiri aja. (Padahal saya nggak punya rekening BCA. Kalo rekening Mandiri itupun tabungan haji. Kikikikik)
S : Oke Mas, saya tunggu Ya. Ini sudah mau buka puasa nih. (Telpon saya tutup)
Semula saya kira dia nggak akan nelpon lagi karena tau saya kerjain. Eh, ternyata saya salah. Entah skenario apa yang sedang disiapkannya. Sepulang shalat Maghrib dari Mushalla, telpon kembali berdering. Sebenarnya saya ingin meladeninya lebih lama. Tapi karena ada kerjaan, saya skak mat saja penelpon usil ini.
P : ini Mas lagi santai di rumah Ya?
S : iya, ini Abdul kan.
P : iya.
S : Kenal nggak sama saya?
P : Iya kenal lah.
S : Kalo kenal, siapa nama saya?
P : Siapa Ya (kembali terdengar tidak yakin)
S : Masa Mas nelpon saya nggak ada nama saya di hp Mas. (Tut...tut...tut... akhirnya dia kabur sendiri).

1 komentar: