Rencana mengajak anak-anak bersilaturrahmi ke rumah kakek dan neneknya ternyata harus batal. Padahal kami sudah berada di perjalanan. Pasalnya mobil kami mogok dalam perjalanan Kandangan-Amuntai.
Beruntung perjalanan yang ditempuh belum terlalu jauh dari rumah sehingga anak-anak dijemput ibunya yang tidak bisa ikut karena mempersiapkan segala sesuatu untuk lebaran. Sekarang, apa yang harus saya lakukan? Menangis? Hehehe... Atau cukup diam dan menunggu sampai keajaiban datang?
Ada dua alternatif yang dapat saya lakukan dalam menyikapi kejadian ini. Pertama dengan sikap negatif, dengan memikirkan hal-hal buruk yang telah saya alami. Membayangkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat terjadi. Seperti memikirkan kerusakan yang mungkin parah sehingga harus mengeluarkan biaya yang besar untuk memperbaiki yang artinya harus menguras tabungan saya yang sudah saya kumpulkan sekian lama. Bisa juga saya memikirkan bahwa kejadian ini akan menyita waktu saya yang seharusnya saya manfaatkan untuk hal-hal yang menguntungkan.
Sikap kedua, saya memikirkan sisi-sisi positif dari kejadian yang saya alami. Misalnya saya harus bersyukur bahwa mobil saya tidak mogok di daerah yang ramai lalu lintas, tidak mogok di lampu merah, tidak mogok di tempat yang sulit menepikan mobil. Saya merasa bersyukur karena mobil kami mogok tepat di depan sebuah langgar/mushalla yang memiliki halaman yang cukup luas sehingga memudahkan saya untuk memarkir mobil dan anak-anak dapat beristirahat dengan nyaman sambil menunggu jemputan ibunya.
Kemudian yang harus saya lakukan juga adalah bagaimana caranya menyelesaikan masalah yang saya hadapi.
Akhirnya dengan menggunakan pikiran positif, mobil saya dapat diderek ke bengkel terdekat menggunakan mobil adik yang saya hubungi via ponsel. Harapan saya selanjutnya adalah semoga kerusakan yang di alami tidak terlalu parah sehingga lebaran ini kami dapat menggunakannnya kembali untuk bersilaturrahmi. Jadi jangan takut untuk selalu berpikir positif..
Kandangan, 28 Ramadhan 1431H/ 8 September 2010
Rabu, 08 September 2010
Minggu, 05 September 2010
Jangan Memilih-milih dalam Berbuat Baik
Di hari-hari awal ramadhan tahun ini, isteri saya minta antar untuk membeli burung puyuh. Maklum, anak saya yang paling sulung paling doyan makan puyuh goreng pada saat sahur. Begitu juga dengan bapaknya (hehehe..) Ketika puyuh yang dibeli sudah disembelihkan dan harga puyuh sudah dibayar, kami bersiap untuk pulang. Tiba-tiba pemilik puyuh kembali memanggil kami.Saya menyangka uang yang saya bayarkan masih kurang. Ternyata penjual puyuh yang baru datang dari samping rumahnya itu membawa sekantong plastik jambu air. Dengan senang hati kami menerima pemberian tersebut. Sampai di rumah anak saya sangat senang melihat ada sekantong jambu air yang kami bawa. Sebab setiap malam sehabis tarawih dia selalu membeli rujak di warung sebelah rumah. Kali ini ada rujak gratis, salah satu makanan favoritnya.
Ada satu pelajaran berharga yang dapat saya petik dari kejadian tersebut. Jangan pernah memilih-milih dalam berbuat baik selama kita memiliki kemampuan untuk berbuat baik. Meskipun terhadap orang yang tidak kita kenal. Kita terkadang suka memilih dalam memberikan bantuan. Kadang kita berfikir, 'ini bukan teman saya', 'ini bukan keluarga saya' dan lain-lain. Padahal boleh jadi orang yang kita anggap bukan kerabat dan kenalan itu sangat membutuhkan bantuan kita.
Pernahkah kita mentraktir makan atau minum orang yang tidak kita kenal di sebuah warung atau rumah makan tanpa sepengetahuan orang yang kita traktir? Atau pernahkah kita membayarkan bensin orang yang antri di belakang kita pada saat di SPBU?
Kedengarannya cukup aneh. Tapi ini salah satu cara untuk melatih keikhlasan kita dalam membantu orang lain. Kalau kita hanya membantu orang yang kita kenal saja. Kemudian kita melihat, dengan bantuan kita tersebut dia bisa keluar dari permasalahan maka kadang-kadang di hati kita muncul perasaan berjasa terhadap orang yang kita bantu. Dan yang lebih parah lagi kita terpancing untuk mengungkit-ungkit bantuan kita dengan harapan dia akan memberikan balasan terhadap jasa-jasa kita. Hal ini tentu akan mengurangi nilai keikhlasan kita.
Jadi jangan pernah memilih-milih dalam berbuat baik. Salam
Amuntai, 15 Ramadhan 1431H
Ada satu pelajaran berharga yang dapat saya petik dari kejadian tersebut. Jangan pernah memilih-milih dalam berbuat baik selama kita memiliki kemampuan untuk berbuat baik. Meskipun terhadap orang yang tidak kita kenal. Kita terkadang suka memilih dalam memberikan bantuan. Kadang kita berfikir, 'ini bukan teman saya', 'ini bukan keluarga saya' dan lain-lain. Padahal boleh jadi orang yang kita anggap bukan kerabat dan kenalan itu sangat membutuhkan bantuan kita.
Pernahkah kita mentraktir makan atau minum orang yang tidak kita kenal di sebuah warung atau rumah makan tanpa sepengetahuan orang yang kita traktir? Atau pernahkah kita membayarkan bensin orang yang antri di belakang kita pada saat di SPBU?
Kedengarannya cukup aneh. Tapi ini salah satu cara untuk melatih keikhlasan kita dalam membantu orang lain. Kalau kita hanya membantu orang yang kita kenal saja. Kemudian kita melihat, dengan bantuan kita tersebut dia bisa keluar dari permasalahan maka kadang-kadang di hati kita muncul perasaan berjasa terhadap orang yang kita bantu. Dan yang lebih parah lagi kita terpancing untuk mengungkit-ungkit bantuan kita dengan harapan dia akan memberikan balasan terhadap jasa-jasa kita. Hal ini tentu akan mengurangi nilai keikhlasan kita.
Jadi jangan pernah memilih-milih dalam berbuat baik. Salam
Amuntai, 15 Ramadhan 1431H
Langganan:
Postingan (Atom)