Di hari-hari menjelang kami menentukan pilihan
Senyummu begitu manis di mata
Janjimu terdengar merdu di telinga
Kau sapa kami meski sebelumnya kita tak saling kenal
Hari ini ada yang datang mengaku utusanmu
Membawakan kami oleh-oleh dan uang.
Dia bilang ini sebentuk silaturahmi dan saling membantu
Engkau membantu kami satu hari
Dan kami membantumu selama lima tahun
Tapi mengapa silaturahmi ini baru dibuat sekarang?
Bisakah kau yakinkan kami
Bahwa sikap manismu akan selalu ada
Ketika kami yang lebih banyak mengharapkan bantuanmu?
Atau jangan-jangan kami tak akan bisa lagi melihat senyum manismu karena kaca mobilmu yang tertutup rapat.
Ataukah oleh-oleh dan uang ini untuk membeli suara kami.
Karena kau tahu sebagian besar dari kami tak tahu dan sebagian lagi pura-pura tidak tahu dengan muslihatmu.
Meski kami perlu uangmu sekarang
Tapi kami lebih perlu pemimpin yang mampu menjamin agar listrik tak lagi byar pet.
Kami perlu pemimpin yang menjamin hukum tajam ke semua arah
Kami perlu pemimpin yang benar-benar melindungi kami.
(Sungai Raya, 8 Desember 2015)
Selasa, 08 Desember 2015
Pilkada
Kamis, 03 Desember 2015
Aku Belajar
Aku belajar puitis
Meski tak pernah rangkai kata terdengar merdu
Aku belajar romantis
Meski setiap rayu bagai iris sembilu
Aku belajar merindu
Seperti erang pengembara yang dahaga
Aku belajar setia
Saat aku tak tahu seberapa ku setia.
Kandangan, 25 November 2015 (Dalam senyap malam)
Selasa, 20 Oktober 2015
Inilah
Inilah negeri
Dimana kami hanya bisa menghirup separuh nafas.
Inilah negeri dimana kami tak lagi bisa membedakan sejuknya pagi, teriknya siang, dan hangatnya petang. Semua kelam abu-abu.
Kami tak lagi bisa melihat indahnya senyum, karena bibir kami telah tertutup topeng berwarna warni.
Negeri dimana kami dipaksa untuk menikmati irama nafas bayi-bayi kami yang tersengal. Kami dipaksa menatap bahu mereka turun naik karena sesaknya dada.
Kami marah! Tapi pada siapa?
Pada asap yang tanpa pamit masuk ke dalam kamar hingga rongga dada kami?
Kami ingin menjerit, tapi jeritan kami masih kalah keras dibanding suara chainsaw yang meraung-raung menumbangkan hutan-hutan kami.
Kami ingin mengadu, tapi pada siapa? Pada cukong-cukong yang serakah melahap hektar demi hektar bumi hijau kami?
Kami ingin menangis, tapi air mata ini telah kering terkuras perihnya asap.
Kami sekarang hanya bisa berharap. Berharap ada kekuatan yang mampu menghalau kabut ini.
Entah kapan..
Entah siapa..
Kandangan, 20 April 2015
Sabtu, 26 September 2015
Negeri Berasap
Dalam skala kecil saya atau Anda mungkin suka dengan asap. Terbayang bagaimana nikmatnya ayam muda bakar madu, atau lezatnya 'papuyu baubar' (ikan bakar khas Kalimantan Selatan). Aroma yang dibawa oleh asapnya saja sudah bisa membuat kita jadi ngiler. Beda sekali rasanya dengan yang dipanggang tanpa bara atau asap.
Tapi ketika segalanya melebihi takaran, manusia mulai dibuat resah. Aktivitas mulai terganggu. Mulai dari penderita ISPA yang melonjak tajam hingga terganggunya roda perekonomian. Di beberapa daerah, para siswa terpaksa diliburkan dari kegiatan belajar mengajar karena makin pekatnya intensitas kabut asap.
Pada titik ini, manusia tak lagi mampu membanggakan teknologi. Sisi lemah sebagai mahluk begitu kentara ditunjukkan oleh yang Maha Kuasa. Kita ditaklukkan oleh sesuatu yang secara kasat mata terlihat lemah. Tapi ketika ada kekuatan yang menyertainya, maka manusia tak dapat berbuat banyak.
Sebutlah benda-benda seperti air, angin, api, nyamuk, belalang, atau virus mematikan yang saking kecilnya bahkan tak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Begitu ada kekuatan besar yang menyertai mereka, sebuah negara pun akan dibuat repot bahkan tak jarang harus mengeluarkan status darurat atau kejadian luar biasa.
Terkait dengan bencana kabut asap yang melanda, tentu ini bukan murni bencana yang disebabkan oleh peristiwa alam. Tapi dampak dari polah manusia yang tidak bijak dalam mengelola alam. Seyogianya bencana ini dapat kita hindari kalau saja kita bisa arif dalam mengolah dan memanfaatkan karunia Tuhan yang dititipkan pada kita.
Bisa jadi yang menanam cuma segelintir orang, tapi yang menuai akibatnya juga dirasakan oleh semua lapisan.
Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari setiap peristiwa dan menjadikannya landasan untuk tindakan kita selanjutnya.
Amuntai, 26 September 2015 (Dalam kabut asap yang masih menyelimuti kotaku)
Jumat, 19 Juni 2015
Sertifikasi Guru Dicemburui? Wajar Saja.
10 Hasil Foto Asus Zenfone 5
Berikut beberapa hasil foto Asus Zenfone 5 yang berhasil saya dapat:
Lihat juga hasil foto Asus Zenfone 5 yang lain.
Di bawah gerimis |
Halaman Rumah Kami |
Menatap Langit |
Kepakkan Sayapmu |
Ruang Makan |
Bunga |
Mencari Nafkah |
Pantai Sarang Tiung |
Pagi yang Sejuk |
Warna-warni |
Selasa, 19 Mei 2015
Berbuat
Bukan seberapa banyak kemampuan yang dikuasai. Tapi seberapa besar kemauan untuk berbuat dan bekerja.
Bukan seberapa banyak gelar yang disandang. Tapi seberapa nampak hasil karya yang telah disumbangkan untuk kebaikan.
Tentu akan lebih indah kemampuan yang bersanding dengan kemauan.
Tentu lebih anggun untaian gelar dirangkai dengan kiprah yang nyata.
Senin, 04 Mei 2015
Terimakasih
Berat sebenarnya meninggalkan sekolah yg selama 13 tahun telah memberi warna perjalanan karierku sebagai pendidik. Mengenal orang-orang yang mampu menjadi sahabat, motivator, dan keluarga bagiku. Kebersamaan, kekeluargaan, kebersahajaan begitu kental dalam komunikasi dan interaksi yang terjadi.
Saling memberi, diskusi, senda gurau mewarnai sela-sela aktifitas sebagai pendidik.
Beruntung pernah memiliki seorang pemimpin yang mampu mengayomi dan menjadi teladan. Sikap, keramahan, disiplin, semangat, kesederhanaan menjadi rutinitas kepemimpinan yang ditunjukkan kepada kami.
Beruntung memiliki sahabat-sahabat dengan berbagai karakter positif. Ceria, kalem, penuh humor, telaten, ikhlas, cekatan, blak-blakan, apa adanya (sampai-sampai tidak tergiur untuk memiliki hp sekalipun. Kkkk..), pandai membuat masakan yang wuiiih... menggugah selera, (Hiks.. jadi kangen dengan sambal terasi, rujak, gaguduh tiwadak, tumis mandai dan garinting sapat).
Ada satu kesamaan dari berbagai karakter yang berbeda, yakni kemauan untuk menjadi lebih baik. Walaupun harus bolak-balik nanya ketika ingin membuat presentasi, ketika ingin membuat akun facebook, bahkan bareng-bareng ngisi angket PADAMU, sampai-sampai operator sekolah Muhammad Midi harus keliling dari meja ke meja untuk melayani setiap pertanyaan.
Beruntung memiliki siswa-siswi yang unik. Yang menjadi ladang amal, pemantik kreatifitas, penguji kesabaran, pelepas kepenatan, dan pemacu semangat.
Siswa-siswa yang memiliki semangat luar biasa untuk menjadi pemenang. Meski dengan berbagai keterbatasan. Sekolah pinggiran kota, latar belakang sosial ekonomi, dan keterbatasan sarana. Ternyata tidak menyurutkan semangat mereka. Bahkan sayalah yang harus angkat tangan ketika mereka memintaku untuk memberi les yang terakhir di hari terakhir.
Terimakasih untuk semuanya yang telah banyak memberi untukku. Tak sebanding rasanya apa yang telah kuterima dengan apa yang dapat kupersembahkan.
Akhirnya, setiap kita harus memilih ketika diberi beberapa pilihan. Dan pilihan inilah yang harus kuambil dengan segala konsekuensinya.
(Coretan ini pun ternyata dipantik oleh komentar sahabat saya di sebuah statusku)
Selasa, 14 April 2015
Sesak
Minggu, 22 Maret 2015
Hasil Foto Asus Zenfone 5
Kamis, 19 Maret 2015
Memilih untuk Tidak Meminta
Jumat, 13 Maret 2015
RASA
Meski seharusnya tak pantas ada.
Hadir untuk menguji makna setia.
Jangan paksa aku dengan iba
Karena ku yakin tak akan bisa
Menatap sepasang mata yang berkaca.
Saat harus menggenggam luka.
Amuntai, 12 Maret 2013
Rabu, 25 Februari 2015
Selamat Ulang Tahun Kekasih
Meski saat ini ku tak disisimu. Namun izinkan tulisan ini mewakili hadirku.
Kekasih...
Seiring bertambahnya waktu,
Bertambah pula masa kebersamaan kita.
Hal terindah bagiku adalah ketika masih diberi kesempatan untuk hidup bersamamu.
Terimakasih untuk segala pengorbanan yang telah kau berikan.
Terimakasih untuk segala kesetiaan yang kau jalani
Terimakasih telah rela menerima segala keluh kesahku disaat aku ingin didengarkan
Terimakasih telah tulus menerimaku dengan segala kekurangan dan kelebihanku.
Harusnya banyak yang akan kau terima dariku atas segala yang kau berikan padaku.
Aku belum bisa memberimu istana yang megah.
Aku belum bisa memberimu mobil mewah
Aku belum bisa memberimu perhiasan yang indah.
Tapi aku masih punya cinta.
Ku masih punya setia
Kekasih...
Dalam bertambahnya usia
Ku berharap Allah masih mengizinkanku,
Menikmati keindahan senyummu
Merasakan kelembutan sikapmu
Merasakan nikmatnya masakan yang kau suguhkan sesederhana apapun.
Menikmati segelas teh/kopi di sela-sela kepenatanku
Menyaksikan setiap lambaian tanganmu ketika melepas pergiku.
Kekasih..
Ku tak berharap kau setenar wanita-wanita penakluk dunia.
Ku tak berharap kau sesempurna Cleopatra yang kecantikannya membius semua pria.
Ku ingin kau tetap menyentuhku dengan hangat ketika membangunkanku.
Ku ingin kau tetap menjadi ibu yang disayang dan dikagumi anak-anakku.
Ku ingin kau tetap menyertakanku dalam setiap doa-doamu.
Ku ingin kau tetap menjaga batas-batasmu sebagai wanita muslimah.
Ku ingin kau tetap setia mendengar segala cerita duka maupun bahagiaku.
Ku ingin kau menjadi bidadari surgaku kelak.
Ah.. begitu banyak yang kuminta darimu.
Sungguh tak sebanding dengan apa yang kau terima dariku.
Kekasih...
Di hari ulang tahunmu ini
Tak ada kado yang dapat kuberikan padamu.
Hanya seuntai do'a yang dapat terucapkan.
Semoga di usia yang tersisa, keberkahan dan kebahagiaan selalu menyertaimu.
SELAMAT ULANG TAHUN KEKASIHKU.
Sabtu, 24 Januari 2015
Kenapa
Sepertinya pertanyaan itu lebih layak ditujukan kepada kita, para suami dan orang tua yang membiarkan dan mengamini isteri dan anak-anak kita melanggar aturan Allah. Bukan hanya mengamini, kita bahkan mendukung, membiayai, menyuruh, mencontohkan, dan membiasakan mereka untuk selalu hidup di luar jalur aturan agama. Lihat saja, toko-toko yang menjual fashion minim kain lebih banyak diserbu pembeli ketimbang toko yang menjual busana muslimah.
Inilah pentingnya menanamkan nilai-nilai agama sejak dini. Saya yakin pertanyaan di atas tidak akan muncul kalau konsep tentang menutup aurat bagi muslimah belum ada di kepala anak. Berapa banyak waktu dan biaya yang kita gunakan dengan sengaja untuk menanamkan nilai-nilai agama kepada anak-anak kita? Sekarang coba hitung ulang, waktu dan biaya yang telah kita keluarkan dengan tidak sengaja untuk membiasakan anak durhaka kepada Allah. Misalnya dengan membelikan pakaian terbuka aurat, atau media (TV, Smartphone) yang bisa membahayakan anak kita kalau tidak dikontrol dengan baik. Dari sanalah mereka belajar pergaulan bebas, belajar kekerasan, belajar cara berpakaian dan lain sebagainya.
Dengan filter nilai agama saja kita dan anak-anak kita keteteran menghadapi gempuran berbagai informasi dan nilai-nilai yang masuk setiap detiknya. Apakah lagi tanpa pertahanan sedikit pun.
Memang ini bukanlah tugas yang mudah. Tapi ini adalah kewajiban kita. Ingin jadi apa anak-anak kita nanti, peran kita saat ini turut andil di dalamnya.