Selasa, 18 Oktober 2011

Maafkan Ayah Nak!


Dengar Nak, Ayah mengatakan ini disaat engkau terbaring tidur. Baru ayah sadari kelembutan wajah mungilmu yang selama ini Ayah abaikan. Beberapa saat yang lalu ayah menyelinap  masuk ke kamarmu setelah didera perasaan sesal dan bersalah kepadamu Nak.
 Banyak hal yang tertumpuk di pikiran Ayah. Selama ini Ayah bertindak kasar padamu. Ayah sering membentakmu ketika kamu terlambat bangun pagi. Lalu ayah akan berteriak ketika kamu enggan disuruh mandi pagi, Ayah akan berceramah panjang lebar ketika kamu makan pagi sedikit.
Selama makan pagi pun ayah masih menemukan kesalahan yang kau lakukan. Banyak makanan yang berhamburan, kamu tidak suka makan sayur, dan kamu tidak bisa merapikan alat makanmu setelah makan. Meski engkau melambaikan tangan ketika ayah akan berangkat kerja, ayah hanya membalas dengan rasa enggan, karena ayah kesal padamu.
Kemudian ketika ayah pulang dari kerja, ayah lihat engkau bermain dengan menghamburkan seluruh mainanmu di lantai. Ayah marah-marah dan menghinamu di depan teman-temanmu. Apalagi ketika mendapatkan alat-alat di meja kerja ayah berubah tempat. Ayah habis-habisan memarahimu.
Nah, Nak, ketika beberapa menit yang lalu. Ketika ayah berada di ruang kerja, engkau datang dengan perasaan takut di sorot matamu dan langkah ragu-ragu. “Kau mau apa?” semprot ayah.
Engkau tidak berkata sepatahpun, kau terus berjalan mendekati ayah dan berhambur ke dalam pelukan Ayah dan mencium ayah. Tangan-tanganmu yang kecil semakin erat memeluk dengan hangat, kehangatan yang telah Tuhan berikan untuk mekar di hatimu dan bahkan pengabaian sekali pun tidak akan mampu melemahkannya. Kemudian kau melangkah pergi, bergegas menuju kamarmu.
Setelah itu ada rasa takut yang menyakitkan menerpa Ayah. Kebiasaan apa yang sudah Ayah lakukan selama ini? Kebiasaan dalam menemukan kesalahan, dalam menghina, dalam menyudutkanmu. Bukan berarti ayah tidak mencintaimu Anakku. Ayah lakukan ini karena Ayah berharap terlalu banyak dari masa mudamu. Ayah sedang mengukurmu dengan pengukur Ayah. Padahal engkau tetaplah seorang anak kecil, bukan orang dewasa kecil.
Sebenarnya begitu banyak hal yang baik dan benar dalam sifatmu. Hati mungil milikmu sama hangatnya dengan sang fajar yang memayungi bukit-bukit.
Anakku, malam ini ayah datang ke tepi pembaringanmu dalam kegelapan, dan ayah sudah meminta maaf dengan perasaan malu. Esok engkau akan mendapati seorang ayah sejati  yang akan selalu menjagamu, yang bersahabat denganmu. Ayah akan menggigit lidah untuk menahan setiap kata yang akan menyakitkanmu.
Sumber:  How to Win Friends and Influence People (dengan sedikit perubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar