Hari ini status Raudah (13 tahun) dan Rahman (5 tahun) berubah menjadi ‘Anak Yatim’. Setelah Sang Ayah tercinta Masrawan (35 tahun) meninggalkan mereka dengan kondisi menderita penyakit liver akut yang tak sempat tertolong karena ketiadaan biaya. Tak ada yang dapat menduga bagaimana nasib pendidikan kedua bocah ini kelak sepeninggal Sang Ayah. Masrawan bukan seorang konglomerat yang meninggalkan segudang harta warisan. Dia juga bukan seorang pegawai negeri yang masih bisa diharapkan uang pensiunnya oleh anak-anaknya. Dia hanyalah seorang tukang kayu yang bekerja sebagai buruh upah untuk membuat lemari atau ranjang kayu yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan biaya sekolah kedua anaknya. Itu pun harus didapatkan melalui kerja keras dari pagi sampai malam hari. Dan inilah salah satu pemicu penyakit yang dideritanya. Sementara ibu mereka Herlinawati (31 tahun) hanyalah seorang ibu rumah tangga yang tidak mempunyai pekerjaan tetap.
Kenyataan di atas hanyalah bagian kecil dari potret kehidupan yang dapat kita jumpai di lingkungan kita. Bagaimana akhirnya nasib pendidikan anak-anak seperti Raudah dan Rahman ini harus berhenti di tengah jalan karena alasan biaya. Mereka kadang terpaksa harus turun ke perempatan lampu merah untuk mengharap uluran tangan orang-orang yang tidak berprasangka buruk terhadap mereka.
Ironisnya, segelintir dari kita ada yang sepertinya kebingungan untuk mempergunakan rezeki yang dititipkan Allah. Sehingga ada yang menggunakannya untuk pergi pesiar ke luar negeri, membeli mobil mewah agar status sosialnya naik di mata orang-orang. Bagi sebagian lagi yang ingin dinilai sebagai seorang yang agamis, uangnya digunakan untuk pergi umrah setiap tahunnya.
Tak ada yang salah dengan pelaksanaan umrah setiap tahun. Tapi, dimanakah letak nilai kemanusiaan kita kalau setiap tahun kita melaksanakan umrah dengan biaya puluhan juta rupiah. Sementara tetangga kita merintih kelaparan, anak-anaknya harus drop out dari sekolah. Jika seandainya biaya umrah yang kesekian kalinya itu kita gunakan untuk biaya pendidikan anak-anak seperti Raudah dan Rahman tadi, mungkin akan dapat membiayai pendidikannya hingga ke tingkat lanjutan.
Sekarang semuanya kita kembalikan kepada nawaitu (baca : niat) masing-masing. Sebab suatu ibadah yang dilakukan dengan niat yang salah hanya akan menghasilkan kesia-siaan. Disinilah kepekaan nilai kemanusiaan kita diasah untuk dapat berbagi dengan sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar