foto: penanies.blogspot.com |
Banjarmasin, 1 Nopember 1996
Telah kuterima suratmu. Perlahan bayang-bayang masa lalu kembali hadir
dalam ingatanku.Saat engkau nyatakan cinta untukku. Tahukah engkau, saat itu hatiku bagai disiram embun pagi. Ada kesejukan
menjalari seluruh tubuhku. Hingga kelu lidahku untuk berucap dan bertutur.
Waktu itu aku hanyut dengan perasaanku sendiri, hingga tak ada kata yang
terucap sebagai kata pastiku untuk menerima cintamu.
Kalau saat itu aku tak menjawab cintamu,
bukan berarti aku tidak suka padamu. Bukan berarti akau tak ingin kau titipkan hatimu padaku. Ingin aku bernaung pada teduh matamu
yang didalamnya kutemukan pancaran kesetiaan.
Tapi, ingin kudengar darimu sekali lagi ucapan itu, agar benih cinta yang akan kau semaikan di relung hatiku tertanam kukuh, hingga menghasilkan bunga yang
harum semerbak di taman kasihku.
Namun yang kuharapkan tak pernah kunjung tiba. Kau seakan menjauh dari
hadapanku. Kehangatan yang kuharapkan darimu tiada kutemui. Yang kujumpai hanya
sikap dinginmu. Kau bagai ingin menghindar dariku apabila ada persuaan. Hingga akhirnya
kita dipisahkan oleh rentang jarak, tapi kepastian cinta
darimu tak pernah kuperoleh.
Jarak yang memisahkan tiadalah akan memupus rasa cintaku padamu. Bahkan
yang demikian memupuk perasaan rinduku padamu. Kubiarkan hatiku menabur harapan untukmu. Agar nanti bila suatu
saat kau hadir untukku, akan kuhulurkan tali kasihku untukmu. Akan kusimpul
erat hingga tak akan lepas dilebur gelombang.
Hari ke hari, mingu ke minggu, bulan berlalu menjadi tahun. Kau biarkan
aku menunggu dalam ketidakpastian. “ Pungguk merindukan bulan”, demikianlah
kiranya pepatah yang pantas untukku. Aku berharap dan terus berharap, mananti
kau akan singgah dan berlabuh di dermaga hatiku.
Ada
seberkas sesal melejit-lejit di hatiku. Kenapa
dulu aku tak memberi kepastian kepadamu. Bahwa aku juga mencintaimu, bahwa cintamu tak bertepuk sebelah tangan. Inikah yang
dinamakan harga diri ? Apakah aku terhina jika aku menyambut cintamu saat itu ?
Ah…
Sampai saat kudengar kabar bahwa engkau telah titipkan hatimu pada yang lain. Dapat engkau bayangkan betapa
luluh lantak hatiku. Kakiku terasa tak berpijak
di bumi. Runtuh sudah istana harapan yang kubangun selama ini dengan segenap
kesetiaanku. Kemana lagi kuserahkan hatiku yang
telah remuk berkeping. Cinta suciku yang kurawat
rapi dalam bilik hatiku dan hanya kubuka
untukmu, dan tak kuizinkan yang lain menyentuhnya, ternyata hanya berbuah
kesia-siaan.
Satu tahun bukanlah waktu yang singkat untuk memendam kerinduan cinta dalam suatu penantian yang
tak pasti. Tapi aku yakin bahwa engkau juga mencintaiku. Seperti yang kau
katakan pada saat itu.
Berangsur-angsur
kucoba untuk menghapus bayangmu dalam hari-hariku. Mungkin aku dapat
mengaburkan wajahmu dari hatiku disaat aku larut dalam keseharianku. Tapi tak dapat kupungkiri, kala kesendirian datang, dirimu akan begitu jelas dalam lukisan hatiku.
Karena tak ada lukisan yang paling indah dari lukisan yang ada dalam hati kita terhadap orang yang dikasihinya. Jelasnya
tuturmu lebih jelas dari suara detak jam di tengah malam sunyi.
Suatu saat seseorang datang untuk melabuhkan hatinya
padaku. Dengan hati yang masih berdarah kucoba
mengumpulkan puing-puing harapan yang telah berserakan, walaupun aku tak yakin akan mampu mencintainya sepenuh hati sebagaimana cintaku padamu. Tapi aku tak ingin
menambah lagi satu hati yang terluka. Cukup aku
saja yang merasakan sakitnya luka cinta, dan juga tak ada alasan yang kuat
bagiku untuk menampik uluran tangannya.
Lalu mengapa sekarang harus begini keadaannya ? Setelah aku mulai
mengayuh bahtera dan aku tak mungkin lagi untuk berpaling ? Engkau datang
dengan segenap harapan yang engkau simpan untukku selama ini. Kiranya tak
mungkin lagi aku merapat di tepian pantai hatimu,
walaupun hatiku sepenuhnya
hanya untukmu. Hanya untukmu!
Kenapa engkau datang setelah sekian lama aku terombang-ambing dalam
lautan ketidakpastian. Hatiku menggapai-gapai
memohon huluran tali kasihmu. Tapi kau biarkan aku karam bersama
harapan-harapanku.
Sekarang engkau timpai pula aku dengan perasaan sesal yang bertubi-tubi.
Kukutuki diriku yang terlalu cepat mempercayai kabar yang ternyata tidak
terbukti kebenarannya, yang akhirnya meruntuhkan harapanku dan harapanmu. Dan
melenyapkan semua mimpi-mimpi kita.
Maafkan aku… Dua kali kukecewakan hatimu.
Telah aku tambah luka yang ada di dadamu. Kuharap cintamu tak akan pupus
padaku, seperti cintaku padamu. Bukankah cinta suci tak mempedulikan persuaan
jasad ? Dan tidak selamanya cinta harus saling memiliki.
Terakhir,
simpanlah namaku di hatimu, sebagaimana kusimpan namamu di hatiku. Sebagai tanda bahwa hatiku hanya untukmu.
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar